Menyaksikan keberingasan dan keganasan Israel terhadap warga Palestina, khususnya lagi warga Jalur Gaza beberapa bulan terakhir ini, niscaya akan mengusik rasa kemanusiaan siapapun, terkecuali mereka yang bermental Zionis dan berkarakter Yahudi.
Terusiknya rasa kemanusiaan itu kini tidak saja di kalangan umat Islam dan warga Arab, tetapi juga meluas hingga ke warga Eropa dan Amerika. Di mana-mana di kedua benua itu sempat terjadi aksi atau demo yang menyeru Israel dan AS agar menghentikan perang, stop genosida terhadap warga Gaza.
Bayangkan, seorang Wanita Palestina di Gaza berteriak, “Haaai, ke mana orang-orang Islam, ke mana saudara-saudara kami negara-negara Arab? Kami terkurung tembok, sudah tak ada tempat berlindung dan bersembunyi dari bom dan sergapan rudal-rudal Israel? Tidak ada masjid dan gereja maupun rumah sakit yang aman. Ke manapun kami lari dengan mudah akan terkena sasaran bom dan rudal-rudal Jahannam itu.”
Kalau ditarik ke belakang, kebringasan dan kebrutalan Israel tersebut sangat erat kaitannya dengan doktrin agama mereka, Yahudi. Kitab suci agama itu menyebutkan, tuhan memerintahkan bangsa Israel menumpas dan membinasakan penduduk yang berada di daerah yang didudukinya tanpa perlu ada rasa kasihan.
Malangnya, saat ini yang menjadi sasaran kebringasan, keganasan, dan kebrutalan adalah warga Palestina, yang sudah berlangsung sejak sebelum tahun 1948 hingga hari ini.
Padahal, bangsa Palestinalah yang menampung kedatangan pengungsi Yahudi Eropa, berdasarkan rasa kemanusiaan, tetapi justru itulah awal petaka bagi bangsa Palestina yang hidup damai, tenteram, aman, sejahtera di bawah naungan Kesultanan Turki Usmany (Ottoman Empire). Mereka justru kemudian berbalik mengusir orang-orang Palestina, merampas tanah mereka, menghancurkan rumah-rumah warga, hingga berupaya mendirikan negara, Republik Israel di tahun 1948 dan kemudian dipelihara oleh Amerika Serikat bersama sekutu Baratnya.
Sejak itulah, warga Palestina dirundung derita tiada tara. Tiada lagi hari yang damai dan bahagia. Tidak tahu apakah besok masih hidup atau tewas kena tembak atau diculik dan disiksa dengan siksaan yang pedih, sangat kejam dan bengis. Penyerangan oleh Isradel bisa kapan dan di mana saja, tak kenal waktu dan tempat.
Perlawanan oleh warga Palestina bukannya tidak ada. Selalu ada perlawanan, mulai yang sederhana, intifada, melawan dengan senjata batu, ketapel, bom bunuh diri, dan lain-lain. Namun masih belum membuahkan hasil. Sementara Israel dengan dibantu Amerika Serikat dan Sekutu Baratnya selalu menggunakan senapan canggih, rudal, bom, pesawat tempur, tank modern. Pastilah ini bukan sesuatu yang seimbang.
Perlawanan kini memang makin sengit oleh Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas (Gerakan Perlawanan), yang ternyata mampu menembaaki Israel dengan ratusan roket, hingga sempat membuat warga Tel Aviv dan warga di kota-kota lainnya di Israel jadi takut.
Sebagai support, kita berpendapat bahwa tiada guna berdamai dengan Israel bangsa terkutuk itu. Lagi pula setiap perdamaian atau perjanjian kerap mereka langgar atau hanya akan menguntungkan mereka. Karenanya, lebih baik warga Palestina terus melawan, hingga warga Israel sendiri akan kepanasaan, merasa akan merasa selalu ada ancaman keselamatan, sehingga mereka menjadi tidak betah dan akan kembali pulang ke negara asal, entah Inggris, Jerman, atau Rusia, dan lainnya.
Janji Allah pasti suatu saat akan memenangkan warga Palestina, atas umat Islam terhadap bangsa pembunuh para nabi dan kerap ingkar kepada Allah itu. Nanti batu tempat orang Yahudi bersembunyi pun akan bersuara memberi tahu orang Islam bahwa di situ ada orang Yahudi bersembunyi. “Cepat tangkap dan bunuh!” kata si batu.
Bangsa atau Bani Israel sejatinya terkenal sebagai bangsa pendurhaka terhadap Allah dan rasul-Nya, dan suka pendusta, menganggap diri mereka super, bangsa pilihan, dan kekasih Allah, hingga mendapat ejekan dari Allah swt dalam alQuran. Katakanlah (hai Muhammad), “Hai orang-orang Israel, jika kamu menganggap bahwa kamu saja kekasih Allah, (dan) manusia lain tidak, maka mengharapkanlah kematianmu, bila kalian orang-orang yang benar.” (M Khalil)